Keimigrasian : Visa Kunjungan untuk Orang Asing dalam Rangka Pra Investasi

Dr. Hartanto, S.E., S.H., M.Hum/ Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram

Keimigrasian pada hakekatnya adalah segala pengaturan tentang lintas orang masuk atau keluar dari dan ke wilayah suatu negara dan pengawasan orang asing di wilayah negara yang bersangkutan. Namun hal ini bisa dimaknai lebih luas yang bersifat non-orang, bahwa Keimigrasian merupakan ”pintu gerbang” masuknya berbagai hal yang dibawa oleh orang asing, baik itu terkait ideologi, politik, ekonomi, budaya, maupun sosial. Ketika dimakani secara lebih luas, tentu beban keimigrasian sebagai filter atau screening pertama masuknya berbagai hal yang dibawa oleh orang asing ini sangatlah penting dan terkait pertahanan serta keamanan negara.

Pemerintah membuat kebijakan pelayanan dan pengawasan di bidang  keimigrasian terhadap orang asing di Indonesia berdasarkan suatu prinsip selektif (selective policy). Keimigrasian menerapkan prinsip, ”hanya orang asing yang dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat, bangsa, dan  negara Republik Indonesia, tidak membahayakan keamanan dan ketertiban serta tidak bermusuhan dengan rakyat, bangsa, dan negara Republik Indonesia yang diizinkan masuk atau keluar wilayah Indonesia”. Sedangkan menurut penulis bahwa prinsip ini memiliki semangat yang baik dalam konteks pelayanan kepada tamu-tamu dari luar negeri, namun perlu pula disosialisasikan bahwa konteks “hanya orang asing” yang dimaksud adalah mensyaratkan mereka yang berniat baik dan menghasilkan manfaat bagi bangsa dan negara Indonesia.

Pasal 1 angka 1 UU Keimigrasian telah mengatur segala hal tentang lalu lintas orang yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia serta pengawasannya demi menjaga tegaknya kedaulatan negara. Kemudian perlu kita ketahui pula bahwa “orang yang masuk wilayah Indonesia” dalam ketentuan ini umunya disebut oleh media sebagai warga negara asing (WNA), sebenarnya penyebutan “Warga Negara Asing” tidak dikenal dalam perundang-undangan di Indonesia, istilah ini kemungkinan timbul karena a contrario dari istilah Warga Negara Indonesia (WNI).

Orang asing selayaknya kita anggap tamu, namun kewaspadaan keimgrasian perlu tetap sesuatu standar/prosedur, mengingat tidak sedikit orang asing yang melakukan tindak pidana keimigrasian dan mengganggu keamanan masyarakat maupun lingkungan di wilayah Indonesia pada umumnya, maupun pulau-pulau terluar pada khususnya. Pengaruh globalisasi dengan teknologi internet mengakibatkan tingginya mobilitas dan tingkat interaksi antar manusia, dengan tujuan memenuhi kebutuhannya. Mobilitas dalam hal ini sudah mencapai tahapan perpindahan antar negara, sehingga tidak ada negara yang dapat menutup diri terhadap masyarakat internasional. Lebih lagi dalam era pemerintahan Presiden Joko Widodo telah mendorong sektor investasi, yang tentu tidak dapat ”memandang bulu”, apakah investor lokal maupun luar negeri (asing).

Hubungan internasional dengan peningkatan arus lalu lintas barang, jasa, modal, informasi dapat berpengaruh positif maupun negartif, terhdap aspek pemeliharaan keamanan dan ketahanan nasional secara meluas. Usaha untuk mengantisipasi pengaruh negatif yang ditimbulkan dinamika dalam mobilitas manusia, baik warga negara Indonesia maupun orang asing yang keluar dan/ masuk ke wilayah Indonesia, keimigrasian harus mempunyai peranan yang semakin cermat.

Penetapan politik hukum keimigrasian yang bersifat selektif (selective policy) membuat institusi imigrasi Indonesia memiliki landasan operasional dalam berbagai pertimbangan menolak atau mengizinkan orang asing, baik dari segi masuknya, keberadaan, maupun kegiatan di Indonesia. Dengan demikian, peran penting aspek keimigrasian dalam tatanan kehidupan kenegaraan akan dapat terlihat dalam pengaturan keluar-masuk orang dari dan ke dalam wilayah Indonesia, pemberian berbagai izin, dan tentunya pengawasan terhadap orang asing selama berada di wilayah Indonesia

Visa diberikan kepada orang asing yang maksud dan tujuan kedatangannya di Indonesia bermanfaat serta tidak akan menimbulkan gangguan terhadap ketertiban dan keamanan nasional. Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi dapat menolak atau tidak memberi izin kepada orang asing untuk masuk ke wilayah Indonesia apabila orang asing tersebut: ada tidaknya surat perjalanan yang sah; ada tidaknya visa (kecuali yang dibebaskan dari kewajiban memilikinya); kondisi kesehatan ada tidaknya gangguan jiwa atau penyakit menular yang membahayakan, ada tidaknya izin masuk kembali atau tidak memiliki izin masuk ke negara lain, Ada tidaknya keterangan yang tidak benar dalam memperoleh surat perjalanan dan/atau visa.

Dengan adanya pengaturan keluar-masuk wilayah Indonesia, yang ditujukan baik terhadap warga negara asing maupun warga negara Indonesia, diharapkan mampu mengantisipasi dampak negatif dari peningkatan mobilitas manusia, khususnya orang asing, misalnya ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan terhadap keamanan dan ketahanan nasional. Agar aspek keimigrasian mencapai satu titik ketahanan dan kemampuan untuk merespon serta mengantisipasi setiap peluang dan ancaman itu. Imigrasi Indonesia baik secara kelembagaan maupun individual dituntut untuk memiliki wawasan keluar (outward looking) serta wawasan ke dalam (inward looking) yang luas dan jauh ke depan.

Menariknya Nusantara pada jaman dahulu yang memunculkan keinganan berbagai bangsa untuk menjalin kerjasama perdangan pad hakekatnya merupakan hak asasi manusia di bumi dalam ”Tata Surya Bima Sakti”. Hingga pada saat ini hukum keimigrasian diatur dalam UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, namun mengalami beberapa perubahan dengan adanya UU No.6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang; kita ambil contoh salah satunya dalam  Pasal 38 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Visa kunjungan diberikan kepada orang asing yang akan melakukan perjalanan ke Wilayah Indonesia dalam rangka kunjungan tugas pemerintahan, pendidikan, sosial budaya, pariwisata, prainvestasi, bisnis, keluarga, jurnalistik, atau singgah untuk meneruskan perjalanan ke negara lain; dalam hal ini ada tambahan kata pra-investasi. Lebih lanjut pemerintah mengatur antara lain kebijakan investasi, keterbukaan informasi, benturan kepentingan, kerahasiaan informasi, pengadministrasian dari data dan informasi yang berkaitan dengan aset yang dikelola, audit internal, tanggung jawab sosial dan lingkungan serta manajemen risiko dengan memperhatikan praktik bisnis yang berlaku secara internasional. Catatan lain terkait hal ini adalah pada tujuan filosofis UU ini, bahwa: bahwa untuk mendukung cipta kerja diperlukan penyesuaian berbagai  pengaturan terkait kemudahan. pelindungan. dan pemberdavaan koperasi dan UMKM, peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan proyek strategis nasional, termasuk peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja. Meski orang asing cukup menggunakan vis kunjungan untuk melakukan pra-invetasi, namun sudah tegas bahwa kaitannya terkait kerjasama perdagangan (seperti pada sejarah sebelum Masehi), bahwa membuka pintu perdagangan adalah hal yang dilakukan oleh seluruh negara di dunia. Namun tujuan filosofis dalam UU Cipta Kerja ini kiranya dapat dipegang teguh oleh aparat negara tidak terbatas pada ASN, mengingat perlindungan dan kesejahteraan pekerja, merupakan salah satu tujuan yang utama, seiring tujuan nasional dalam Pembukaan UUD 1945.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top