Dianawati Lega/ Mahasiswa Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram
Perkembangan teknologi yang pesat hari ini lahir karena untuk memenuhi kebutuhan manusia, seperti halnya dalam bidang Pendidikan, bidang ekonomi, sosial dan budaya. Adanya teknologi merupakan bagian dari wujud perkembangan globalisasi dalam mengatasi kesulitan interaksi jarak jauh yang disebabkan oleh kondisi geografis. Kebutuhan manusia setiap harinya akan terus berubah yang berjalan seiring dengan kondisi alam sekitar, sehingga kehadiran teknologi dalam mengatasi problematika tersebut tidak dapat dipungkiri. Kesignifikan perkembangan teknologi di Indonesia yang memasuki perkembangan revolusi industri 4.0 dan masyarakat berada dalam perkembangan 5.0. kehadiran teknologi ini tidak dapat ditolak meskipun kita ketahui ada berbagai dampak yang lahir akibat dari adanya perkembangan teknologi yang begitu pesat, sebagai contoh artificial intelligence yang merupakan produk manusia yang diciptakan dengan tujuan mengefisiensi pekerjaan manusia.
Jhon Mc Charty mendefinisikan bahwa artificial intelligence adalah untuk mengetahui dan memodelkan proses-proses berpikir manusia dan mendesain mesin agar dapat menirukan perilaku manusia. Dari definisi diatas dapat menjadi pertanyaan bahwa bagaimana posisi manusia dengan kehadiran artificial intelligence dan apakah manusia dapat menjadikan artificial intelligence sebagai alat bantu untuk mengefisiensi pekerjaan manusia ataukah kehadiran artificial intelligence memberi celah untuk manusia melakukan kejahatan baru.
Kejahatan baru dapat kita pahami melalui ilmu kriminologi. Kriminologi berasal dari bahasa latin yaitu crimen dan logos. Crimen berarti kejahatan sementara logos berarti ilmu, jadi kriminologi adalah ilmu pengetahuan tentang kejahatan. Atau dapat dikatakan bahwa kriminologi ilmu yang mempelajari faktor dan aspek dari kejahatan. Untuk mengetahui aspek kejahatan tersebut kita dapat mengkaji melalui empat kajian dalam kriminologi, yaitu kejahatan, pelaku kejahatan, korban kejahatan, serta reaksi masyarakat terhadap kejahatan. Kemasifan artificial intelligence disetiap bidang seperti bisnis, pendidkan, Hukum, Kesehatan/medis, industri, bahkan bidang lainnya, membuka luas celah lahirnya kejahatan baru.
Sebagai contoh kejahatan baru dengan adanya artificial intelligence adalah meningkatnya kasus pornografi anak dan upaya pemerasan oleh penjahat yang bertekad mengeksploitasi anak-anak dan remaja. Kasus pornografi yang disebabkan oleh AI ini adanya Teknik melibatkan pengeditan foto asli seorang remaja berpakaian lengkap dan mengubahnya menjadi gambar telanjang. Hal ini fakta berdasarkan kasus dari seorang anak laki-laki berusia 15 tahun yang fotonya diedit menjadi gambar telanjang kemudian digunakan untuk memeras remaja tersebut. Pada tahun 2022 terjadi peningkatan 9 persen dugaan pelecehan seksual melalui platform digital meta, seperti facebook, WhatsApp, dan juga Instagram. Dan berdasarkan hasil laporan dari pakar keamanan digital Yaron Litwin foto yang dihasilkan bukan foto asli atau seorang remaja betul telanjang, tetapi foto asli yang kemudian di edit oleh AI.
Dengan kasus diatas perlu dikaji melalui empat aspek kajian pada ilmu kriminologi, yaitu:
Kejahatan
Kejahatan adalah perilaku pelanggaran aturan Hukum akibatnya seorang dapat dijerat hukuman. Kejahatan juga terjadi Ketika seseorang melanggar hukum baik secara langsung maupun tidak langsung, atau bentuk kelalaian yang dapat berakibat pada hukuman. Dari definisi kejahatan diatas menunjukan bahwa Ketika belum ada aturan hukum maka seseorang tidak dapat dianggap jahat. Berdasarkan kasus di atas yang merupakan kejahatan menyebarluaskan foto telanjang, diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi, menjelaskan bahwa : “pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan dimuka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat”.
Diatur jelaskan lebih lanjut terdapat dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-undang Pornografi menyebutkan:
“setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/ atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah)”.
Redaksi bunyi Pasal diatas menunjukan adanya kejelasan bahwa penyebarlauasn foto pornografi adalah kejahatan. Tidak hanya itu bahkan diatur lebih khusus dalam Undang-undang No. 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terdapat pada Pasal 27 ayat (1) berbunyi “setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”
Dan dijelaskan lebih lanjut pada Pasal 45 ayat (1) UU 19/2016 yang menyatakan “ setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
Pelaku Kejahatan
Kesediaan payung hukum atas kasus diatas juga tidak menutup kemungkinan pelaku kejahatatan dapat berlindung diri, hal ini dikarenakan penjahat memanfaatkan algoritma sumber terbuka yang tersedia di dark web, dan masih sulitnya dalam proses pelacakan terhadap gambar yang sudah diedit melalui sistem AI, sehingga menimbulkan kasus-kasus seperti ini jarang terungkap dan diadili dipengadilan.
Korban kejahatan
Adalah pihak yang menderita kerugian baik secara fisik, psikis, maupun materil Ketika terjadi sebuah kejahatan.
Reaksi masyarakat terhadap kejahatan
suatu sikap spontan dan emosional yang diberikan anggota masyarakat terhadap suatu masalah kejahatan atau pelanggaran yang timbul dalam masyarakat
Dari 4 aspek kajian kriminologi terhadap kasus diatas dapat disimpulkan bahwa kasus tersebut bisa menjadi wilayah abu-abu dalam hukum. Hal ini dikarenakan secara konten yang menyebarluaskan gambar-gambar yang tidak senonoh merupakan kejahatan. Namun jika ditelusuri Pemerintah sendiri sulit untuk memastikan bahwa apakah gambar itu nyata atau dihasilkan oleh AI. Abu-abu dalam Hukum juga dikarenakan dalam sistem AI saat ini hanya dirancang untuk mendeteksi gambar penyalahgunaan yang diketahui, bukan gambar yang dihasilkan.