Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram (FH UWM) melakukan kunjungan ke Desa Adat Ngadas (22/07/2024).
Kunjungan yang dilakukan oleh FH UWM merupakan salah satu dari serangkaian kegiatan Praktik Latihan Kemahiran Hukum (PLKH). Kegiatan ini melibatkan 113 mahasiswa semester 6, serta 8 orang pegawai yang terdiri dari Dekan, Wakil Dekan, Dosen, serta Tenaga Pendidik.
Perjalanan menuju Desa Adat Ngadas, Sukapura adalah pengalaman yang luar biasa. Terletak di ketinggian sekitar 2.100 mdpl, desa ini menawarkan pemandangan alam yang memanjakan mata, terdapat banyak ladang tanaman sayuran yang membentang sejauh mata memandang.
Kegiatan kunjungan di Desa Adat Ngadas disambut oleh Bapak Kastaman selaku Kipetinggi atau sebutan bagi Kepala Desa dan Romo Dukuh Sasmito selaku tetua adat.
Kastaman yang juga merupakan salah satu pemuka agama Hindu setempat, menjelaskan banyak hal terkait adat dan kebiasaan masyarakat adat Ngadas yang mayoritas memeluk agama Hindu.
“Ketika ada tamu yang datang di Desa ini, apapun agamanya harus mengucapkan salam ‘hong ulun basuki langgeng’ yang merupakan salam adat Tengger, yang artinya semoga tetap dalam perlindungan atau keselamatan dari yang kuasa, sedangkan jawabannya, langgeng basuki,” terangnya.
Kedamaian di Tengger ini menurutnya, memegang empat prinsip, catur guru bekti, yakni Tuhan Yang Maha Esa, orang tua, guru yang diberi pengajaran dan pemerintah. Meski 99% masyarakat Tengger beragama Hindu tetapi tidak membeda-bedakan kasta, hal ini tentu berbeda dengan yang ada di Bali.
Lebih jauh Kipetinggi mengatakan, masyarakat Tengger hidup dalam kenyamanan dan kerukunan serta jauh dari kejahatan, karena segala urusan dikembalikan ke adat istiadat Jawa. Patuh terhadap kebijakan Kepala Adat karena takut hukum karma pala.
Mahasiswa FH UWM sangat antusias dalam kegiatan tersebut. Salah satu mahasiswa yang aktif dalam diskusi tanya jawab adalah Suratman. Suratman bertanya, apakah masyarakat Tengger merupakan bagian dari Kerajaan Majapahit?
“Masyarakat Tengger bukanlah bagian dari Kerajaan Majapahit, jika ada masyarakat Tengger yang masuk ke Majapahit mungkin saja ada, tapi Tengger jauh lebih dahulu ada sebelum Majapahit” – jelas Romo Dukuh Sasmito yang keempat anaknya sudah bergelar sarjana.