KEHADIRAN UU KESEJAHTERAAN IBU DAN ANAK (UUKIA) BERPERAN MEWUJUDKAN SUMBER DAYA MANUSIA UNTUK INDONESIA EMAS 2045?

Erna Tri Rusmala Ratnawati/ Dosen Hukum Perdata dan Peneliti Pusat Kajian Gender dan Anak

Belum lama ini Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) menjadi UU. Kehadiran UUKIA diharapkan bermanfaat bagi kesejahteraan ibu dan anak khususnya pada pembangunan sumber daya manusia menuju Indonesia emas 2045. Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan strategi mencapai cita-cita Indonesia ke depan, karena dengan SDM yang berkualitas dapat mengakselerasi pertumbuhan ekonomi yang dibutuhkan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pembangunan SDM menjadi kunci memenangkan persaingan global, sehingga selayaknya mendapatkan dukung  penuh  dari seluruh  pemangku kepentingan. Hadirnya UUKIA sekaligus diharapkan dapat mengangkat harkat dan martabat para ibu, meningkatkan kesejahteraannya, serta menjamin tumbuh kembang anak sejak fase seribu hari pertama kehidupan. Berdasarkan hal tersebut maka dalam pengesahan UU KIA terjadi perubahan judul dari RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak menjadi RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan. UUKIA terdiri dari 9 bab, 46 pasal, yang pengaturannya meliputi hak dan kewajiban, tugas dan wewenang penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak, data dan informasi, pendanaan serta partisipasi masyarakat. 

Hadirnya UU KIA pada dasarnya melaksanakan amanat dari Konstitusi, bahwa Negara Indonesia menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) yang termaktub dalam Konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 yaitu pasal Pasal 28A yang menyatakan bahwa negara menjamin HAM setiap orang, untuk hidup dan mempertahankan hidup serta kehidupannya. Hal ini termasuk kelangsungan hidup dari ibu dan anak yang memiliki hak asasi manusia yang sama sebagai warga negara dalam pembangunan nasional. Disamping itu hak untuk hidup dan mempertahankan hidup serta kehidupannya ditegaskan lagi dalam Pasal 28H ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 28H ayat (1) ini memberikan penegasan kembali tentang hak lain yang menguatkan Pasal 28A bahwa setiap orang tidak sekedar mempunyai hak untuk hidup tetapi juga hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan. Bahkan untuk anak, Pasal 28B ayat (2) UUD 1945 menyatakan secara khusus bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Makna Pasal 28B UUD 1945 adalah setiap orang berhak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Keturunannya yang dimaksud dalam hal ini berarti anak memiliki hak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Hak atas kelangsungan hidup anak bahkan dilindungi sejak dalam kandungan. Hal ini secara tegas diatur dalam UUKIA secara lex specialis menetapkan bahwa definisi anak adalah kehidupannya dimulai sejak terbentuknya janin dalam kandungan sampai dengan berusia dua tahun walaupun definisi anak secara umum tetap merujuk pada UU Perlindungan Anak. Ketiga pasal di atas secara berkesinambungan menunjukkan bahwa adanya kewajiban negara untuk mewujudkan kesejahteraan warganya sebagaimana tujuan negara pada alinea keempat pembukaan UUD 1945 yaitu mensejahterakan kehidupan bangsa.

Dalam pembangunan nasional peran ibu dan anak sangat penting dalam peningkatan kualitas hidup. Kualitas hidup dipandang sebagai determinan dari kesejahteraan. Tingkat pendidikan dan derajat kesehatan dianggap sebagai suatu indikator dalam mengukur kualitas hidup. Peningkatan tingkat pendidikan dan derajat kesehatan dipercaya akan meningkatkan produktivitas individu yang secara langsung diperkirakan dapat meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Peran ibu dalam keluarga sangat penting bahkan dapat dikatakan bahwa kesuksesan dan kebahagiaan keluarga sangat ditentukan oleh peran ibu, oleh karena itu kesejahteraan ibu perlu  untuk diperhatikan dan dilindungi.

Dewasa ini banyak pekerja wanita yang sekaligus sebagai ibu artinya banyak ibu yang tidak hanya sibuk mengurusi urusan rumah tangga, akan tetapi juga bekerja untuk mencari nafkah bagi keluarga. Perlu perhatian khusus bagi ibu yang bekerja dengan keadaan hamil. Karena ibu hamil membawa calon  generasi penerus bangsa yang hidup di dalam kandungannya. Oleh karenanya ibu bekerja yang sedang hamil perlu mendapatkan penyesuaian dari pekerjaannya sehingga dapat mengurangi kerentanan terhadap kesehatan dan keselamatan ibu dan janin yang di kandungnya. Salah satu perhatian sekaligus perlindungan terhadap hak seorang ibu di dalam UUKIA diatur tentang cuti bagi ibu pekerja yang melakukan persalinan, yaitu paling singkat 3 (tiga) bulan pertama dan paling lama 3 (tiga) bulan berikutnya, jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter. Setiap ibu yang bekerja dan melaksanakan hak atas cuti melahirkan tidak dapat diberhentikan dari pekerjaannya. Para ibu tersebut juga berhak mendapatkan upah secara penuh untuk tiga bulan pertama dan bulan keempat serta 75 persen dari upah untuk bulan kelima dan keenam. Di samping hak cuti bagi istri, untuk ketenangan seorang istri sebelum melahirkan atau pasca melahirkan maka keberadaan pendampingan suami juga sangat penting dan berperan sehingga istri merasa bahwa beban kelahiran anak tidak hanya pada seorang istri saja. Rasa tenang dan nyaman seorang istri sangat berdampak terhadap kondisi psikologis sehingga berpengaruh terhadap lancarnya proses persalinan maupun mempercepat produksi hormon ASI. Secara medis-psikologis ketenangan hati istri juga dapat membantu meningkatkan produksi ASI karena ASI merupakan asupan yang sangat dibutuhkan bagi seorang bayi. Terkait dengan peran serta suami terhadap istri di dalam UU KIA juga diatur penetapan kewajiban suami untuk mendampingi istri selama masa persalinan dengan pemberian hak cuti selama dua hari dan dapat diberikan tambahan tiga hari berikutnya atau sesuai dengan kesepakatan pemberi kerja.  Selain itu, jika istri yang mengalami keguguran, suami berhak mendapatkan cuti dua hari.

Demi kepentingan kesejahteraan ibu dan anak maka ibu bekerja yang sedang hamil ataupun menyusui perlu mendapatkan fasilitas dan sarana prasarana yang memadai, antara lain ibu bekerja mendapatkan waktu untuk memerah ASI pada saat jam kerja. Hal ini sangat penting untuk menjamin kebutuhan ibu dalam memenuhi kewajibannya memberikan ASI demi kebaikan tumbuh kembang anaknya. Kewajiban memberikan ASI dan sanksi bagi siapa yang menghalangi pemberian ASI juga sudah diatur di dalam UU Kesehatan. Pengaturan terkait pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif diatur dalam Pasal 42 UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) yang menyatakan bahwa setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis. Pemberian air susu ibu dilanjutkan sampai dengan usia 2 (dua) tahun disertai pemberian makanan pendamping. Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat wajib mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus. Penyediaan fasilitas khusus  diadakan di tempat kerja dan tempat/fasilitas umum. Selanjutnya diberikan sanksi bagi siapa yang menghalangi pemberian ASI eksklusif, diatur dalam Pasal 430 UU Kesehatan yang menyatakan bahwa Setiap Orang yang menghalangi program pemberian air susu ibu eksklusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp50 juta. Bahkan bagi ibu yang merasa dirugikan oleh pihak yang menghalangi pemberian ASI eksklusif dapat menuntut ganti rugi menggunakan gugatan perdata atas perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365 KUH Perdata.

UUKIA juga mengatur terkait dengan tanggung jawab ibu, ayah, dan keluarga pada fase seribu hari pertama kehidupan. Pengasuhan yang ideal adalah ketika terjadi harmonisasi antara suami, istri maupun keluarga. Pengasuhan yang harmonis dari kedua orang tua akan berpengaruh kepada kesejahteraan keluarga serta dapat membentuk pribadi anak yang baik di dalam lingkungan sosial di masa depan. Pada fase awal kelahiran tentunya seorang ibu butuh bantuan untuk merawat bayi karena bersamaan  dengan masa pemulihan pasca persalinan. Ketika anak sudah masuk fase bisa berinteraksi dengan lingkungannya, peran ayah dan ibu juga harus saling mengisi. Ibu berperan memelihara, ayah berperan melindungi. Peran ini tentunya saling melengkapi dan membentuk karakter yang utuh di dalam diri sang anak. Tinjauan secara psikologi bahwa perkembangan, pandangan tentang relasi orangtua-anak pada umumnya merujuk pada teori kelekatan (attachment theory), Browbly mengidentifikasikan pengaruh perilaku pengasuhan sebagai faktor kunci dalam hubungan orangtua-anak yang dibangun sejak usia dini. Dengan demikian, peran anak dapat dipengaruhi oleh pola asuh yang diberikan oleh keluarga, khususnya pengasuhan yang diberikan oleh ibu.

Diundangkannya UUKIA perlu segera mendapat perhatian bagi masyarakat, pemerintah maupun para stakeholder yang berhubungan dengan relasi kerja, sehingga ketika memperkerjakan pekerja wanita segera menyesuaikan aturan-aturan di dalam perusahaan atau instansinya menyesuaikan dengan aturan-aturan yang ada di dalam UUKIA tersebut. Kehadiran UU KIA juga tidak bertentangan dengan UU Tenaga kerja tetapi mengatur lebih khusus terkait dengan tujuan membangun sumber daya manusia menuju Indonesia emas di 2045. Besarnya peran seorang ibu di dalam melaksanakan tugasnya membangun generasi anak bangsa maka diperlukan suatu jaminan bahwa seorang ibu tidak hanya dituntut untuk melaksanakan tugasnya, melainkan juga mendapatkan haknya sesuai dengan kapasitasnya sebagai seorang manusia, termasuk ibu yang bekerja. Berdasarkan hal tersebut maka pemerintah bertanggung jawab melakukan perencanaan, monitoring dan evaluasi pelaksanaan UUKIA karena pemberlakuan UUKIA ini pasti sedikit banyak akan menimbulkan benturan antara pekerja dan perusahaan selaku pemberi kerja.   Keberatan para pengusaha berkaitan dengan kewajiban membayarkan gaji walaupun cuti sampai enam bulan dianggap sebagai beban dan menganggu produktifitas perusahaan. Kekawatiran terkait dengan keengganan Pelaku usaha merekrut tenaga kerja perempuan karena dianggap membebani perusahaan, dengan banyaknya jam kerja yang hilang akibat pemberian cuti hamil yang relatif banyak dalam UUKIA juga menjadi tantangan terhadap kehadiran UU KIA. Mengatasi hal tersebut maka pemerintah harus melakukan pengawasan untuk menjamin kesejahteraan ibu dan anak harus benar-benar dijalankan sesuai UU KIA dengan memberikan pemahaman kepada para pelaku usaha bahwa perlunya ada kerja sama dari berbagai pihak agar tujuan pembangunan Indonesia menuju Indonesia emas segera terealisasi.

Selamat datang UU Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan. Generasi cerdas, kreatif, inovatif, berkarakter dan berbudaya siap membangun negeri menuju Indonesia Emas 2045.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top