Oleh: Dr. Hartanto, S.E., S.H., M.Hum (Dosen FH UWM)
Pro-kontra sistem ”omnibus law”, dengan tujuan meningkatkan iklim usaha/investasi di Indonesia baru saja lewat. Maka pada kesempatan ini penulis tertarik melihat perekonomian Indonesia pra pemilihan umum 2024 dengan pandangan berlatar belakang hukum.
Presiden Joko Widodo mengaku khawatir memanasnya perang antara Hamas dan Israel bisa meluas ke negara Timur Tengah lainnya, sehingga menyebabkan harga minyak melonjak. Dimana kebutuhan minyak menjelang musim dingin pun diproyeksikan kerek inflasi secara global. Alhasil, situasi tersebut bakal turut berpengaruh terhadap kenaikan harga BBM di Tanah Air. Karena larinya nanti bukan hanya perangnya di Israel dan di Palestina, tetapi kalau meluas melebar ke Lebanon melebar ke Suriah, melebar dengan Iran, maka akan semakin merugikan masalah ekonomi semua negara karena harga minyak pasti akan naik,” kata Jokowi dalam acara BNI Investor Daily Summit 2023, Selasa (24/10/2023).[1] Bagi kita masyarakat awam ekonomi, maka kenaikan harga minta seolah akan menaikkan harga ekspor minyak kita keluar negeri, namun logikanya ternyata tidak begitu, karena pengaruhnya mengancam harga BBM kita, terutama BBM non subsidi, dan disini jika terjadi kenaikan tentu akan terjadi inflasi yang diawali dari sektor transportasi yang notabene merupakan kebutuhan vital untuk menggerakkan perekonomian, karena seluruh sektor tergantung dengan biaya BBM/biaya transportasinya. Padahal rakyat barusaja merasakan dampak yang cukup berat dengan kenaikan BBM pada 22 September 2022 lalu, yaitu Pertalite Rp. 7.650 menjadi Rp. 10.000, sedangkan pertamax dari Rp. 12.500 menjadi Rp. 14.500, solar bersubsidi Rp. 5.150 menjadi Rp. 6.800. (Liputan6, 24 Okt 2023). Kenaikan yang cukup telak harga BBM ini dampaknya belum hilang hingga saat ini, yaitu Pertalite naik 30%, Pertamax naik 16 %, solar subsidi naik 32 %, lebih lanjut pertanyaannya apakkah gaji karyawan (swasta) sanggup menutup kenaikan ini ? atau istilah lainnya apakah gaji karyawan (swasta) naik 30% atau 16% atau 32% ? tentu saja realitanya tidak, yang ada kita masih bersyukur baru terbebas dari Covid-19 dan banyaknya sektor swasta yang gulung tikar, apalagi karyawannya, yang notabene merupakan rakyat Indonesia (berbeda kekhawatirannya dengan ASN). Sependek pengamatan saya, saat ini SPBU di sekitar kota Yogyakarta telah mengalami antrian pertalite (BBM bersubsidi) yang cukup panjang dibandingkan dulu sebelum kenaikan BBM.
Harga komoditas andalan Indonesia makin cenderung turun. Pelemahan ini bisa berdampak besar mulai dari pertumbuhan, pendapatan negara, ekspor, hingga kemampuan daya beli masyarakat. Harga komoditas terbang pada tahun lalu sebagai imbas dari perang Rusia-Ukraina. Harga komoditas andalan Indonesia seperti batu bara, minyark sawit, hingga nikel perlahan-lahan melandai tahun ini. Merujuk data Refinitiv, harga batu bara pada penutupan perdagangan Rabu (25/10/2023) ditutup di posisi US$ 133,25 per ton, anjlok 64,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) juga jatuh. Harga CPO lebih ditutup di posisi MYR 3,679 per ton, 10,7% lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Harga karet alam dunia terus bergejolak dan cenderung turun sepanjang 10 tahun terkahir. Ke depan, harga karet diperkirakan bakal stagnan di bawah 2 dollar AS per kilogram sehingga bakal berpengaruh terhadap harga jual karet di tingkat petani. Peremajaan tanaman dan hilirisasi karet di Indonesia mendesak dilakukan; harga karet alam dunia pada periode 2014-2023 terus bergejolak dan cenderung turun di bawah 2 dollar AS per kilogram (kg).[2] Dan ekspor karet Indonesi cenderung turun 12,34%pada 2023 dibanding 2022.
Kebijakan soal Nikel dari Indonesia yang sempat menghebohkan beberapa waktu lalu membawa harapan positif, namun pada saat ini harga nikel melemah pada penutupan perdagangan Rabu (4/10). Tercatat, harga nikel di London Metal Exchange (LME) turun 0,49% ke level US$18.636,00/ton pada penutupan perdagangan kemarin. Harga nikel melemah setelah bergerak di rentang US$18.609,50/ton-US$18.972,00/ton. Adapun pelemahan tersebut melanjutkan lajunya dari perdagangan sehari sebelumnya yang terkoreksi 0,11% pada 3 Oktober 2023. ika melihat pergerakan sepanjang tahun berjalan, harga nikel tercatat anjlok 37,98%. Harganya pun terpantau turun 12,33% dalam satu tahun terakhir. Langkah yang tepat dilakukan pemerintah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang melakukan moratorium pembangunan pabrik pemurnian mineral atau smelter untuk komoditas nikel kelas II. Adapun langkah moratorium itu dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi supply dan demand bijih nikel di dalam negeri.[3] Menurut penulis kemampuan produksi nikel Indonesia juga harus berhati-hati dengan seberapa kandung nikel di bumi Indonesia.
Penulis berpendapat bahwa setidaknya ketiga ekspor andalan Indonesia diatas telah mengalami masa landai atau cenderug menurun karena berbagai dampak dunia internasional, hal ini menunjukkan ketahanan ekonomi Indonesia masih sangat rentan terhadap dampak global, dan memang tidak ada negara yang dapat memproteksi perekonomiannya terhadap dinamika perekonomian global, ataupun perang yang saat ini juga sedang terjadi. Ekspor hasil tambang yang tidak dapat diperbaharui ini juga memerlukan kecermatan, dengan memprediksi sampai kapan kita ekspor dan akan kehabisan.
Pergolakan duni saat ini dari sudut ekonomi dan terjadinya perang, jika tidak terkendali akan membebani APBN yang telah diagendakan pemerintah, dan disaat bersamaan mesin perekonomian kita yang dimotori pemerintah sedang menghadapi masa kompetisi politik (pemilu) yang tidak sampai 3 bulan lagi. Rakyat Indonesia akan dihadapkan beberbagai pemberitaan yang bertendensi politik melalui media sosial atau layar kaca, untuk memilih putra-putra terbaik bangsa ini, yang dapat memimpin dan mengkoordinir seluruh sektor (terutama ekonomi) untuk dapat eksis/berkembang ditengah masa lemahnya perekonomian dunia. Tantang siapapun calon Presiden maupun Wakilnya di tahun 2024 akan cukup berat, belum lagi waktu kurang dari 3 bulan ini dinamika perekonomian dunia belum tentu membaik, dan ketika memburuk maka dampak buruknya akan membebanani seluruh rakyat Indonesia, ditengah pra politikus berlomba-lomba untuk dapat terpilih. Waktu yang tak lebih dari 3 bulan ini pemerintah harus tetap memikirkan perekonomian dalam negeri, agar rakyat tidak menjadi terbebani, terlebih karena beban menentukan pilihan mana yang yang terbaik, setidaknya dari kedua pasangan calon yang elektabilitasnya tinggi.
Walaupun tidak mudah, namun saya berharap sebagai akademisi semoga dalam hati sanubari para pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden Indonesia 2024-2029 betul-betul memiliki jiwa negarawan, sehingga Pemilu kali ini bisa aman dan damai demi seluruh rakyat Indonesia; bahkan akan lebih baik Pemilu dapat berlangsung cukup satu putaran, mengingat pekerjaan berat sudah menanti, yaitu mengantisipasi dampak buruk perekonomian dunia (makro) yang sangat mungkin berimbas kepada bangsa dan negara Indonesia. Pemilu satu sangat diharapkan meski cukup sulit, karena pada masa ketidakpastian stabilitas politik akan menimbulkan kelesuan sektor ekonomi, karena para pelaku usaha enggan mengambil keputusan investasi atau mengembangkan usaha, dan cenderung wait and see. Ketika perputaran roda perekonomian dari sektor swasta melambat/lesu, maka perekonomian mikro kita akan buruk/lemah, masyarakat menengah kebawah yang paling merasakan dampaknya (notabene bukan pejabat/politikus). Terkait kondisi pemilu disaat perekonomian lesu, akan menimbulkan dampak negatif karena pengaruh politik uang (money politic) terhadap keputusan memilih (terutama legislatif) akan menguat, sehingga legislatif (DPR/DPRD) yang terpilih berpotensi menurun kualitasnya, sehingga potensi korupsi kedepan cenderung naik. Semoga para calon pemimpin bangsa yang mengikuti kontestasi pesta demokrasi 2024 dapat menurunkan tingkat ”gengsi pribadi” atau ”gengsi partai politk” dalam konteks demi pemilu yang berkualitas dan mengedepankan masa depan seluruh rakyat Indonesia.
Sebagai penutup dari aspek hukum, semoga hukum dapat menjaga iklim usaha/perekonomian dengan tidak memperketat sektor pajak maupun ekspor, serta tidak menerbitkan regulasi kenaikan BBM/listrik. RUU perampasan aset koruptor juga perlu dikawal untuk dapat disahkan, pengembalian kerugian negara dari tindak pidana korupsi juga harus diutamakan daripada lamanya pidana pemenjaraan. Untuk menguatkan keterbukaan informasi publik dan kualitas Pemilu, maka nama-nama politisi sebagai narapidana atau mantan narapidana korupsi sebaiknya secara periodik dirilis/dipublikasikan.
[1] Tira Santia, Jokowi Was-Was Harga BBM Naik, Ini Penyebabnya, diakses 29 ktober 2023, melalui https://www.liputan6.com/bisnis/read/5431465/jokowi-was-was-harga-bbm-naik-ini-penyebabnya?page=3
[2] CNBC Indonesia, Sri Mulyani Was-Was dengan Harga Komoditas, Sengeri Ini, diakses 29 Oktober 2023, melalui https://www.cnbcindonesia.com/research/20231026142955-128-483945/sri-mulyani-was-was-dengan-harga-komoditas-sengeri-ini
[3] Dedy Darmawan, ESDM Bakal Moratorium Pembangunan Smelter Nikel, diakses 29 Oktober 2023, melalui https://ekonomi.republika.co.id/berita/s2s2vt490/esdm-bakal-moratorium-pembangunan-smelter-nikel