DEMONSTRASI SANTUN DI YOGYAKARTA TENTANG REVISI UU PILKADA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Demonstrasi selalu menjadi salah satu ekspresi kebebasan berpendapat yang dijamin oleh konstitusi di Indonesia. Pada berbagai kesempatan, demonstrasi dilakukan untuk menyuarakan ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah atau keputusan lembaga negara. Salah satu demonstrasi yang mencuri perhatian publik adalah demonstrasi yang terjadi di Yogyakarta terkait rencana revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Yang menarik dari demonstrasi ini adalah bagaimana demonstrasi tersebut dilakukan dengan santun dan penuh kesadaran akan nilai-nilai kemanusiaan, terutama jika dibandingkan dengan demonstrasi di daerah lain yang seringkali diwarnai dengan ketegangan.

Rencana revisi UU Pilkada muncul sebagai reaksi atas putusan Mahkamah Konstitusi yang dianggap tidak sejalan dengan aspirasi sebagian besar masyarakat dan sejumlah partai politik. Putusan MK ini dianggap sebagai keputusan yang merugikan hak-hak demokratis masyarakat, terutama dalam proses pemilihan kepala daerah secara langsung. Putusan ini memicu berbagai reaksi di seluruh Indonesia, termasuk di Yogyakarta, yang merupakan salah satu pusat pendidikan dan kebudayaan di Indonesia.

Di Yogyakarta, yang sering disebut sebagai kota pendidikan dan budaya, demonstrasi tersebut diikuti oleh sebagian besar mahasiswa dari berbagai universitas. Mereka menuntut agar DPR RI menghormati dan melaksanakan putusan MK serta menolak rencana revisi UU Pilkada yang dianggap dapat melemahkan demokrasi lokal.

Berbeda dengan demonstrasi di beberapa daerah lain yang sering berakhir dengan bentrokan antara demonstran dan aparat keamanan, demonstrasi di Yogyakarta berlangsung dengan damai dan penuh kesantunan. Di kawasan Malioboro dan titik nol kilometer Yogyakarta, para demonstran dan polisi yang berjaga-jaga menunjukkan sikap saling menghargai satu sama lain. Demonstrasi ini tidak hanya menjadi ajang penyampaian aspirasi, tetapi juga menjadi cerminan dari budaya dan karakter masyarakat Yogyakarta yang mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong.

Yang lebih menarik adalah bahwa banyak dari polisi yang bertugas menjaga demonstrasi tersebut juga berstatus sebagai mahasiswa. Hal ini menciptakan suasana yang lebih cair dan harmonis, di mana mereka tidak hanya berperan sebagai penegak hukum, tetapi juga sebagai bagian dari masyarakat akademis yang memahami substansi dan urgensi dari tuntutan yang disuarakan. Sebagian besar dari polisi mahasiswa ini merupakan mahasiswa Universitas Widya Mataram, sebuah kampus yang didirikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan X, yang memiliki akar budaya yang kuat dalam masyarakat Yogyakarta.

Kolaborasi antara polisi dan demonstran di Yogyakarta patut diapresiasi. Demonstrasi yang biasanya diwarnai dengan ketegangan dan bahkan kekerasan, di Yogyakarta justru berlangsung dalam suasana penuh kekeluargaan. Para polisi dan demonstran terlihat saling berbagi makanan dan minuman, mencerminkan betapa kuatnya nilai gotong royong dan kebersamaan dalam masyarakat Yogyakarta.

Sikap kooperatif antara polisi dan demonstran ini menunjukkan bahwa perbedaan pendapat dan sikap politik tidak harus selalu diselesaikan dengan kekerasan atau permusuhan. Yogyakarta menunjukkan bahwa dialog dan interaksi yang manusiawi dapat menjadi jembatan yang menghubungkan perbedaan, sekaligus memberikan teladan bagi daerah lain di Indonesia.

Mahasiswa selalu menjadi motor penggerak dalam berbagai gerakan sosial di Indonesia. Dalam demonstrasi terkait rencana revisi UU Pilkada ini, peran mahasiswa sangat menonjol. Mereka tidak hanya berperan sebagai penggerak massa, tetapi juga sebagai agen perubahan yang berusaha menyuarakan kepentingan masyarakat luas.

Keberadaan mahasiswa dalam demonstrasi ini menunjukkan kesadaran kritis mereka terhadap isu-isu demokrasi dan pemerintahan. Mereka memahami bahwa revisi UU Pilkada yang bertentangan dengan putusan MK dapat berdampak buruk bagi perkembangan demokrasi di tingkat lokal. Mahasiswa Universitas Widya Mataram, yang sebagian juga berperan sebagai polisi, menunjukkan bahwa mereka tidak hanya memahami isu ini dari sudut pandang teori, tetapi juga terlibat langsung dalam dinamika sosial yang sedang terjadi.

Universitas Widya Mataram, yang didirikan oleh Sultan Hamengkubuwono IX dan X, memiliki peran penting dalam pembentukan karakter mahasiswanya. Nilai-nilai yang diajarkan di kampus ini, seperti kebersamaan, gotong royong, dan kepedulian terhadap masyarakat, tercermin dalam sikap para mahasiswa yang terlibat dalam demonstrasi ini, baik sebagai demonstran maupun sebagai polisi.

Kampus ini tidak hanya mendidik mahasiswa untuk menjadi cendekiawan yang berwawasan luas, tetapi juga membentuk mereka menjadi individu yang peduli terhadap masyarakat dan siap berperan aktif dalam menjaga nilai-nilai demokrasi. Peran ganda yang dijalankan oleh mahasiswa yang juga berstatus sebagai polisi dalam demonstrasi ini menjadi bukti konkret bahwa pendidikan karakter yang ditanamkan di kampus ini membuahkan hasil.

Yogyakarta, dengan segala kearifan lokal dan budayanya, telah memberikan teladan bagaimana demonstrasi dapat dilakukan dengan damai dan bermartabat. Demonstrasi yang berlangsung di kawasan Malioboro dan titik nol kilometer ini menunjukkan bahwa perbedaan pendapat dan sikap politik tidak harus diselesaikan dengan kekerasan. Dialog yang terbuka, sikap saling menghargai, dan kerjasama yang harmonis antara polisi dan demonstran menjadi kunci keberhasilan demonstrasi yang santun ini.

Yogyakarta, dengan latar belakang sejarah dan budaya yang kuat, sekali lagi menunjukkan perannya sebagai pusat kebudayaan dan pendidikan di Indonesia. Demonstrasi ini bukan hanya sekadar aksi protes, tetapi juga menjadi ajang untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia, khususnya Yogyakarta, memiliki cara yang unik dan manusiawi dalam menyelesaikan konflik sosial. Demonstrasi terkait rencana revisi UU Pilkada pasca putusan Mahkamah Konstitusi di Yogyakarta menjadi bukti bahwa masyarakat kita, terutama mahasiswa, memiliki kesadaran tinggi akan pentingnya menjaga demokrasi dan nilai-nilai kemanusiaan. Demonstrasi yang berlangsung dengan damai dan penuh kesantunan ini juga menunjukkan bahwa perbedaan pandangan politik dapat dijembatani dengan dialog dan kerjasama yang harmonis. Yogyakarta telah memberikan teladan yang patut dicontoh oleh daerah lain di Indonesia dalam menjaga demokrasi dan kebebasan berpendapat tanpa harus mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top