Carolus Evan Putra Edginio/Mahasiswa Fakultas Hukum
Di era saat ini banyak cara untuk mengekspresikan suatu hal baik itu pendapat, keresahan, kritikan, maupun ungkapan dari dalam diri. Cara yang digunakan untuk menyampaikannya hal-hal tersebut berbeda-beda antar individu. Ada yang menggunakan sebuah tulisan, postingan media sosial, lagu, dan gambar seperti seni mural. Berfokus pada mural, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mural memiliki arti lukisan pada dinding yang berarti memiliki nilai seni, keindahan, dan pesan di dalamnya. Namun sering kali mural ini disamakan dengan kegiatan melawan hukum yaitu Vandalisme. Vandalisme adalah tindakan kriminal yang merusak fasilitas umum. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Vandalisme diambil dari kata “Vandal” yang berarti perusak hasil karya seni dan barang berharga lain, Orang yang suka merusak dan menghancurkan secara kasar dan ganas.
Aksi vandalisme ini sering terjadi untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu seperti penyebaran terror, penghinaan terhadap kelompok atau pribadi lain, menyebarluaskan nama dari suatu “Geng” agar diketahui banyak orang, dan lain sebagainya. Aksi vandalisme ini sering kali dilakukan pada fasilitas-fasilitas pribadi maupun publik seperti dinding rumah, pemberhentian angkutan umum seperti halte, jembatan, bahkan cagar budaya di beberapa kasus terkena dampak dari aksi vandalisme ini. Beberapa kasus yang terjadi akhir-akhir ini, bersumber dari Detik.com Taman pajak di Jalan Cipto Mangunkusumo, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon, kembali memprihatinkan. Meski sudah dibenahi pada akhir tahun 2024, kondisi taman tersebut saat ini sudah kembali rusak dan dipenuhi oleh coretan vandalisme. Menurut pantauan di lapangan menunjukan coretan vandalisme terssebar di berbagai sudut taman. Tembok putih yang mengelilingi taman tampak dipenuhi oleh coretan liar. Tak hanya itu, papan informasi dan temapt sampah di area taman juga tak luput dari coretan. Hal ini jelas sangat memprihatinkan karena tempat yang seharusnya menjadi salah satu wajah kota tersebut justru dirusak oleh oknum tidak jelas dengan coretan yang merusak keindahannya. Bersumber dari Harianjogja.com pertokoan di wilayah Malioboro banyak yang menjadi korban aksi vandalisme pada pintu dan dindingnya. Walaupun para pemilik toko ini sudah memasang kamera CCTV namun para pelaku ini tetap berani melakukan aksi vandalismenya ini.
Karena banyaknya kasus vandalisme yang terus terjadi, timbul pertanyaan masyarakat mengenai peraturan dan sanksi yang bisa dijatuhkan terhadap para pelaku vandalisme ini. Vandalisme sendiri diatur dalam Pasal 406 KUHP lama, sebagai berikut:
- Barang siapa dengan sengaja da melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat juta lima ratus rupiah.
Selain diatur dalam KUHP lama, tindak Vandalisme juga diatur dalam Pasal 521 UU1/2023 yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, yaitu tahun 2026. Pasal 521 UU 1/2023 dikenal dengan pasal perusakan dan penghancuran barang, sebagai berikut:
- Setiap orang yang secara melawan hukum merusak, mengahncurkan, membuat tidak dapat dipakai, atau menghilangkan barang yang gedung atau seluruhnya milik orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV (yaitu dua ratus juta rupiah).
- Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian yang nilainya tidak lebih dari lima ratus ribu rupiah, pelaku Tindak Pidana dipidana dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak kategori II (yaitu sepuluh juta rupiah).
Pasal 522
- Setiap orang yang secara melawan hukum merusak bangunan gedung untuk sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik, dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu dua ratus juta rupiah.
Dari beberapa contoh pasal yang mengatur perusakan dan penghancuran barang tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan vandalisme ini adalah perbuatan melawan hukum. Alasan mengapa vandalisme ini menjadi suatu tindakan melawan hukum dikarenakan vandalisme merusak suatu hal yang bukan miliknya sendiri dan merugikan pihak lain. Namun berbeda dengan Vandalisme, Seni mural atau menggambar lukisan pada media dinding sifatnya memperindah dan tidak merusak seperti coretan vandalisme. Mural justru sangat berpotensi menarik perhatian masyarakat dan wisatawan. Sebagai contoh yang bersumber dari Portal Berita Pemerintah Kota Yogyakarta meliput mengenai salah satu destinasi menarik di tengah kota, yaitu Kampung Wisata Suryatmajan Berwarna. Seni mural yang indah disuguhkan pada setiap sudut kampung, dinding rumah, pagar, dan sepanjang gang pemukiman, menjadi daya tarik dan keunikan tersendiri. Berkat dari kreatifitas ini kampung Suryatmajan meraih predikat Kampung Wisata Binaan Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam Anugerah Desa Wisata Indonesia 2023. Dari contoh tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Seni Mural dengan Aksi Vandalisme adalah dua hal yang jelas berbeda baik dari perpektif masyarakat maupun hukum itu sendiri. Mural dilakukan untuk mengekpresikan suatu nilai atau emosi yang memiliki makna di dalamnya, sedangkan aksi vandalisme tidak lebih dari perbuatan untuk mencari perhatian yang dilakukan berdasarkan ego suatu pihak dan merugikan pihak lainnya.